Tuhan, Kembalikan Detik Kepadaku
Malam sudah semakin larut. Udara terasa bertambah dingin meski tidak
ada udara yang masuk merengkuh badan. Mata tua si Kakek masih saja mencucurkan
air mata, tersedu-sedu. Di atas sajadahnya yang menghampar, dia duduk bersimpuh.
Sambil terus berseru-seru memohon kepada seseorang yang duduk di hadapannya.
Suaranya terdengar parau. Sudah tiga jam kakek itu menangis. Wajah tuanya dibuat
sembab oleh lelehan air mata. Berharap yang di hadapannya tidak pergi
meninggalkannya. Tangan si kakek memegang tangannya erat. Kini, urat-urat di tangannya
tampak lebih jelas, menyembul di balik kulit tuanya.
“Maafkan aku Ayas. Tidak ada yang bisa mencegah kepergianku. Tidak
ada waktu yang sudi berkompromi untuk bertahan. Tidak ada.”
“Aku janji detik. Aku janji ! Aku akan mulai menggunakanmu untuk
senantiasa berbuat kebajikan.”
“Bagaimana aku dapat kembali kepadamu ? Padahal aku telah tertutupi
oleh perbuatan-perbuatanmu.”
Kakek itu menatapnya dalam, “Apa kamu sudah tidak menyayangiku lagi
Detik ?”
Detik menarik nafas panjang dan matanya balas menatap dalam sambil
menangkupkan kedua telapak tangannya di atas pundak si kakek.“Tentu aku masih
dan akan selalu menyayangimu Ayas. Tapi aku tidak memiliki kuasa untuk
melakukan hal mustahil seperti itu. Andai saja kekuasaan ada di tanganku, aku
pasti akan kembali padamu. Namun tiada kehidupan bagiku. Dan aku akan terus
tertumpuk oleh lembaran-lembaran amalmu. Untuk kemudian diserahkan kepada Allah”
“Ayas, ketahuilah.” Detik melanjutkan. “Sesungguhnya ada banyak
sekali diriku yang sudah kamu lewati. Tidak tau apakah kamu benar-benar
menyadari kepergian kami ataukah tidak. Begitu juga dengan diri kami yang masih
menunggu di balik pintu sana. Menunggu giliran untuk menghampirimu,
membersamaimu, lantas meninggalkanmu. Kelak. Sebagian dari kami akan kembali
padamu dan menjadi temanmu. Bersaksi atasmu kepada Allah untuk setiap amal
kebaikan yang kamu lakukan. Pun dengan sebagian diri kami yang lain. Mereka
akan kembali padamu dan menjadi musuhmu. Bersaksi atasmu kepada Allah unntuk
setiap amal keburukan yang kamu lakukan. Dan tidak sesiapapun yang mampu
menghalanginya.”
“Jangan buat dirimu menjadi lalai. Pergunakanlah aku sebaik
mungkin. Karena diriku saat ini bukanlah diriku yang akan datang. Dan saat ini,
dengan dirimu yang sedang duduk bersimpuh di hadapanku. Boleh jadi kamu sudah
melalaikan dirimu dan diriku. Melewatkan aku yang lain dengan menangisi dan
meratapi kepergian diriku yang sekarang. Tegarkan dirimu Ayas. Buat dirimu di
masa mendatang merasa bangga atas apa yang telah kamu lakukan sekarang.”
“Hei, kamu itu lelaki yang kuat Ayas. Usia yang semakin senja tidak
bisa mengalahkanmu begitu saja. Bertakwalah kepada Allah. Kikis amal burukmu
perlahan-lahan dan tanamkan di atasnya amal-amalmu yang baik. Buat dirimu
selalu merasa diawasi oleh yang Maha Mendengar, Maha Melihat lagi Maha
Mengetahui. Aku tunggu dirimu di hari yang dijanjikan.”
Itu adalah kalimat terakhir si Detik. Setelah mengucapkannya,
lamat-lamat ia mulai memudar. Terbang ke langit menembus langit-langit kamar.
Menyisakan keheningan dan senyum di wajah si Kakek tua yang sudah tersungkur
bersujud.
Oleh: MAA
Artworker: LDK Al-Iqtishod
LDK Al-Iqtishod adalah Lembaga yang menaungi seluruh kegiatan dakwah islamiyah untuk menegakkan Tauhid dan Sunnah, serta mengajak kepada Amar Maruf Nahi Munkar di lingkup civitas Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia khususnya dan di Bumi Allah umumnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Share is caring, Silahkan berbagi apa saja di sini.