Suriah: “Palmyra, Tetaplah Bersejarah”
Siapa yang tidak kenal dengan Suriah ? sebuah Negara yang terletak
di Timur Tengah dengan Negara Turki di sebelah utara, Irak di timur, Laut
Tengah di barat dan Yordania di sisi selatan. Siapa yang tidak kenal dengan
Suriah ? wilayah yang kini tengah berbalut konflik perang saudara antara rezim Bashar al Assad dan rakyatnya.
Siapa juga yang tidak mengetahui bahwa konflik itu juga bergumul dalam konflik
keagamaan ? Sunni dan Syiah. Tak ayal lagi kita pun sudah mendengar bahwa ada
yang menyamakan kisah Suriah ini dengan kisah Ashabul Ukhdud.
Terlepas dari perang yang sukses melahirkan lebih dari 260 serangan
udara, 110 artileri, 18 peluru kendali, 68 bom, pembantaian lebih dari 200
warga serta melukai ratusan lainnya dalam kurun waktu sembilan hari, patut
disyukuri bahwa rezim Suriah, pada April 2016, telah berhasil
merebut kembali salah satu situs bersejarah dunia dan Islam yang bermukim di
tengah Suriah dari cengkeraman ISIS.
Dialah Palmyra. Sebuah kota tua yang terletak kira-kira 210
kilometer dari timur Laut Damaskus, dan di tengah-tengah antara Laut Tengah di
sebelah barat dan Sungai Efrat di sebelah timur. Di masa kejayaannya, Palmyra
lebih dikenal dengan nama Tadmor yang konon katanya disebutkan dalam
Injil Ibrani sebagai sebuah kota gurun yang dibentengi oleh Raja Salomo dari
Yudea. Tadmor merupakan kota dagang dalam jaringan dagang yang luas yang
menghubungkan Mesopotamia dengan Suriah Utara.
Dikutip dari laman nationalgeographic.co.id, Michal
Gawlikowski, mantan pimpinan University of Warsaw’s Polish Mission di
Palmyra mengungkapkan bahwa lokasi ini dulunya tempat transit bagi
barang-barang dari Asia Barat menuju Roma. “Palmyra adalah sebuah oase di
tengah padang pasir”.
Pernyataan Palmyra sebagai oase padang pasir ini dipertegas dengan
hasil penelitian seorang arkeolog bernama Jorgen Christian Meyer dimulai dari
jarak 104 kilometer sebelah utara
Palmyra, yang menemukan lebih dari 20 desa pertanian dan 15 pemukiman yang
lebih kecil dari yang pernah ditemukan peneliti lain di sebelah barat Palmyra.
Meyer juga menemukan jejak waduk dan saluran air buatan manusia guna menyimpan
curah hujan dan badai musiman.
Para pedagang Tadmor memiliki kapal-kapal di perairan Italia
dan mengendalikan jalur perdagangan India. Berkat perdagangan, Tadmor
menjadi salah satu kota terkaya di Timur dan orang-orang Tadmor menjadi
satu-satunya orang non-Romawi yang mampu hidup berdampingan dengan orang
Romawi tanpa terpengaruh menjadi Romawi.
Tadmor menjadi bagian
dari Provinsi Suriah Romawi pada masa pemerintahan Tiberius (14-37 M). Kota ini
secara perlahan-lahan tumbuh menjadi bagian penting dalam rute perdagangan yang
menghubungkan Persia, India, Cina dan Kekaisaran Romawi. Pada 129 M, Kaisar
Romawi, Hadrianus, mengunjungi Tadmor dan begitu terpesona sehingga ia
menyatakannya sebagai sebuah kota bebas dan menamainya Palmyra Hadriana.
Di tahun 634 M, Tadmor pernah ditaklukan oleh pasukan Arab
Muslim di bawah komando Khalid bin Walid, namun dibiarkan utuh.
Palmyra dianggap pencapaian penting dalam peradaban kuno Timur
Tengah dan hanya sebagian kecil dari situs ini yang telah digali. Sebagian besar
peninggalan arkeologi masih terbenam di bawah tanah dan terlalu rapuh untuk
digali.
Apabila kota ini tidak dapat direbut kembali sejak penjarahan yang
dilakukan oleh ISIS pada Mei 2015 dan dihancurkan oleh mereka seperti yang
mereka lakukan terhadap kota-kota bersejarah lainnya, maka sebuah bab penting
mengenai sejarah Timur Tengah akan hilang, tersapu oleh konflik tragis ini.
Oleh: MAA
Artworker: LDK Al-Iqtishod
LDK Al-Iqtishod adalah Lembaga yang menaungi seluruh kegiatan dakwah islamiyah untuk menegakkan Tauhid dan Sunnah, serta mengajak kepada Amar Maruf Nahi Munkar di lingkup civitas Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia khususnya dan di Bumi Allah umumnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Share is caring, Silahkan berbagi apa saja di sini.